Selamat Datang

Terima Kasih telah Berkunjung di Blog saya, jangan lupa komenya.

Senin, 04 Juli 2011

Menulis, Menulis, Menulis


AWALI setiap pagimu dengan menulis, itu akan membuatmu jadi seorang penulis. Begitulah ungkapan dari Gerald Brenan. Ya, bukan tanpa alasan saya mengutip ungkapan Brenan tersebut. Kata-kata “awali setiap pagimu dengan menulis”, merupakan ungkapan yang penting dan patut dicamkan oleh siapa pun, termasuk saya. Tentu, ada pertanyaan yang muncul: mengapa harus setiap pagi kita menulis? Dan mengapa harus pagi hari waktunya?
Kata-kata “setiap pagi” bisa dimaknai sebagai penanda waktu yang memiliki unsur kontinuitas. Jika dikaitkan dengan proses, maka kita maknai bahwa menulis juga membutuhkan unsur kontinuitas. Mudahnya, saya katakan: menulis merupakan proses yang diulang-ulang. Semakin diulang semakin baik kualitasnya. Sebaliknya, jika tidak diulang semakin buruk kualitasnya, atau bahkan proses penulisan terhenti (Jawa: mandeg ‘terhenti’).
Nah, guna menyiasati agar proses menulis tidak mandeg ada beberapa hal yang patut kita jadikan bahan pertimbangan. Pertama, niat Anda. Bicara soal niat, kita perlu kutipkan ungkapan dari Imam al-Ghazali: “Tiada yang lebih baik daripada ilmu dan ibadah. Jangan kita mempergunakan otak kita melainkan untuk ilmu dan ibadah.” Jelasnya, otak sebagai organ vital dalam tubuh bisa kita berdayakan untuk hal-hal yang positif, salah satunya ialah menulis.
Setiap penulis tentu memiliki niat yang berbeda-beda. Ada yang ingin menulis untuk popularitas dan uang. Ada pula yang ingin mengejar nilai kumulatif guna kenaikan pangkat. Namun, idealnya, niat menulis ialah sebagai sarana penyampaian ilmu dan kebenaran. Itu merupakan niat utama dari menulis, sementara soal popularitas dan uang cukup dianggap sebagai “bonus” proses menulis yang kita jalani secara tekun.
Memang kita akui, faktor ekonomi menjadi penting manakala orang ingin menulis. Banyak penulis, khususnya luar negeri, seperti JK Rowling penulis serial Harry Potter yang memiliki pendapatan cukup tinggi. Selain penjualan novelnya yang laris bak kacang goreng, film Harry Potter pun menangguk sukses besar di seluruh dunia. Ini mengindikasikan bahwa profesi penulis memiliki masa depan yang cerah dan menggiurkan.
Akan tetapi, faktor ekonomi dan popularitas bukanlah satu-satunya niat dari menulis. Idealnya, kita jadikan proses menulis sebagai suatu kesenangan yang melebihi apa pun. Sebab, jika menulis hanya didorong faktor ekonomi dan popularitas, kelak yang terjadi ialah bahwa penulis menjadi “tukang ketik” yang sekadar menghasilkan tulisan-tulisan yang berkualitas rendah, atau tidak memiliki “roh” (soul) sama sekali.
Kedua, usaha Anda. Bicara soal usaha, mungkin kita cermati kembali pertanyaan di awal: mengapa menulis dilakukan pada pagi hari? Sebab, kala itu pikiran kita masih segar sehingga manakala kita menulis kelak akan lebih mudah dan lancar. Banyak penulis hebat, seperti Kuntowijoyo yang menjadikan menulis sebagai kegiatan rutin, kendatipun yang dihasilkan “cuma” beberapa lembar saja dan itu masih perlu diedit di sana-sini.
Namun, proses kreatif Kuntowijoyo terbilang luar biasa. Dikatakan begitu, karena sejak tahun 1992, otak beliau terserang virus meningo enchevalitis. Akibatnya beliau pun menderita stroke. Namun, kondisi yang demikian tidak membuat semangat Kuntowijoyo surut. Bahkan, produktivitas beliau dalam menulis buku, artikel, cerpen, dan sebagainya (menurut penuturan Emha Ainun Nadjib) meningkat sampai 2-3 kali lipat.
Demikian pula cerpenis Joni Ariadinata. Konon, ia dulu berjuang keras mengirimkan cerpen-cerpennya ke harian Kompas. Namun kesemua naskahnya ditolak berkali-kali. Apakah Joni putus asa? Tidak, justru ia lebih giat berusaha menulis cerpen. Sampai akhirnya sebiji cerpennya berjudul “Lampor” termuat dan langsung terpilih sebagai cerpen pilihan terbaik Kompas 1994. Sejak itulah, ia mulai mengirimkan cerpennya ke media massa di Indonesia.
Kiranya, dua pengalaman penulis/sastrawan yang, dua-duanya masih tinggal di Yogyakarta, itu bisa kita jadikan pijakan. Bahwa, menulis sangat membutuhkan kerja keras. Entah itu meliputi kegiatan membaca, melakukan penelitian/riset, diskusi, menganalisis data, dan seabrek kegiatan lainnya. Inilah yang kemudian menjadi tantangan terberat bagi semua orang (muda) yang ingin menjadi penulis andal.
Pungkasnya, kita perlu katakan bahwa menulis terkait niat dan usaha dari Anda sendiri. Atau, pinjam istilah Mohamad Sobary, ada keseimbangan antara ushali dan usaha. Jangan sampai satu di antara keduanya saling timpang atau bahkan terabaikan. Untuk itulah, jika Anda ingin menjadi penulis maka ada tiga usaha yang harus Anda lakukan, yakni menulis, menulis, dan menulis. Lupakan artikel ini. Mulailah Anda menulis sekarang juga. Selamat menulis.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar