Mama, Nina mau beli
Papa sedang membaca koran, Mama menyetrika baju, sedangkan Kak Lila mengerjakan tugas sekolah.
”Buat apa? Nina kan masih kecil. Menurut Mama, Nina belum membutuhkan
”Iya, Nin. Untuk saat ini kamu memang belum memerlukan
AKU
Kalau alasannya karena aku masih kecil, rasanya itu kurang tepat. Teman-teman sekelasku banyak yang bawa
”Mama pilih kasih. Kenapa Kak Lila boleh bawa
”Kak Lila kan sudah SMA,” kata Kak Lila saat mendengar namanya aku libatkan.
Aku sudah menduga pembelaan seperti itu akan muncul dari Kak Lila maupun Papa dan Mama.
”Lagi pula, kan
”Jadi, kalau Nina punya uang sendiri, Nina boleh beli
Mama diam. Kulihat beliau sedang melirik Papa yang masih sibuk membaca koran. Papa menghela napas sejenak sebelum bertanya kepadaku.
”Memangnya Nina punya uang?” Papa menatapku serius.
Aku mengangguk pelan.
”Nina akan menabung, Pa. Nina yakin tabungan Nina cukup buat beli
Kulihat Papa dan Mama berpandangan sejenak, sementara Kak Lila sibuk mengerjakan tugas tanpa komentar apa-apa.
”Boleh kan, Pa?” aku sangat berharap.
”Kamu yakin mau beli
Aku mengangguk.
”Tetapi jangan sampai
Itu artinya, Papa sudah mengizinkan aku membeli
”Iya, Pa. Nina berjanji akan tetap rajin belajar,” aku berusaha meyakinkan Papa.
Akhirnya Papa mengizinkan juga aku memiliki
PYAAAR...! Celengan ayam yang selama lebih dari setahun menghiasi meja kamarku itu pecah juga. Aku mulai mengisinya sejak masih kelas empat.
Awalnya aku menabung untuk persiapan masuk SMP. Setelah itu, aku berubah pikiran, mulai dari keinginan untuk membeli sepeda, sepatu, hingga terakhir aku ingin memutuskan untuk membeli
”Wah, dapat banyak nih...!” Kak Lila tiba-tiba muncul dan membantu mengumpulkan uang yang berhamburan di lantai.
”Kamu yakin akan menggunakan uang ini buat beli
”Iya. Memangnya kenapa? Kak Lila dulu juga menabung buat membeli
Kak Lila tersenyum. ”Mungkin yang dikatakan Papa kemarin ada benarnya juga. Sebentar lagi kamu masuk SMP.
Kebutuhan kamu masuk SMP pasti banyak sekali. Buku-buku baru, seragam, sepatu, alat-alat tulis, belum lagi harus membayar uang ini, uang itu.
Apalagi sekarang kondisi keuangan keluarga kita sudah tidak seperti dulu lagi seusai Papa dirawat di rumah sakit,” nasihat Kak Lila.
Aku tidak berkomentar sepatah kata pun.
”KAMU
”Jadi, menurut Kak Lila, aku tidak perlu membeli
”Bukannya tidak perlu, tetapi belum perlu. Ada baiknya kamu gunakan uang ini untuk keperluan yang lebih mendesak.”
”Maksud Kakak?” tanyaku bingung.
Tiba-tiba Kak Lila berdiri. Beberapa saat kemudian dia kembali dengan menenteng sebuah sepatu hitam yang sudah butut.
Mataku melotot menatap sepatuku yang sebenarnya sudah tidak layak pakai, tetapi masih tetap aku pakai karena Papa belum membelikan sepatu yang baru.
”Menurut Kakak, membeli sepatu jauh lebih penting daripada
Aku mulai setuju dengan pemikiran Kak Lila. Tidak cuma sepatu, tetapi tas sekolah juga sudah butut dan perlu diganti. Awalnya, aku memang berharap Papa membelikan aku sepatu dan tas baru.
”Bagaimana..., masih ingin membeli
AKU
Kak Lila tersenyum. Dia terlihat lebih gembira dibanding aku.
”Tetapi aku boleh pinjam
”Buat apa?”
”Main
”Jadi, selama ini kamu
ingin beli
Meski kakakku yang satu ini cerewetnya bukan main, aku sayang dia karena semua yang dikatakan Kak Lila memang benar dan bermanfaat buatku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar